15 January 2014

Cinta Dalam Kesempurnaan Iman

                                

Mungkin judulnya terasa romantis. Tapi itulah yang akan kita bahas dalam Shahih Bukhari hadits ke-13. Hadits ini masih termasuk dalam Kitab Iman
  (كتاب الايمان).
Berikut ini matan haditsnya :


عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri"

Imam Bukhari memberikan judul bab untuk hadits ini 

مِنَ الإِيمَانِ أَنْ يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ 
(Termasuk kesempurnaan iman adalah mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri).

Penjelasan Hadits



لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian

Maksud dari kalimat ini adalah kesempurnaan iman. Artinya, apa yang disebutkan setelah kalimat ini merupakan syarat kesempurnaan iman seseorang. Jika sifat itu tidak ada pada diri seseorang, maka imannya tidak sempurna. Bukan berarti ia tidak beriman alias kafir. Kita perlu berhati-hati dengan hal-hal seperti ini karena kesalahan dalam memahami hakikat kesempurnaan iman bisa mengakibatkan seseorang terperosok dalam pemikiran takfir (mengkafirkan orang lain).

Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban dijelaskan لا يبلغ عبد حقيقة الايمان (seseorang tidak akan mencapai hakikat derajat keimanan). Ibnu Hajar Al Asqalani juga menjelaskan: "maksudnya adalah kesempurnaan iman".

حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri

Subhaanallah… betapa indahnya iman yang sempurna. Dan betapa beratnya ia bagi kebanyakan manusia. Salah satu tanda kesempurnaan itu adalah mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Saudara (أخيه) di sini bukanlah saudara kandung, sedarah, atau senasab, melainkan saudara seaqidah. Maka siapapun dia, dari suku dan bangsa manapun, warna kulit apapun, dengan status keduniaan yang betapapun, selama ia memiliki aqidah yang sama maka ia adalah saudara. Dan mencintainya seperti mencintai diri sendiri adalah tanda sekaligus syarat kesempurnaan iman!

"Cinta adalah kecenderungan terhadap sesuatu yang diingini", kata Imam Nawawi, "Sesuatu yang dicintai tersebut dapat berupa sesuatu yang diindera, seperti bentuk atau dapat juga berupa perbuatan seperti kesempurnaan, keutamaan, mengambil manfaat atau menolak bahaya."

Maka mencintai dalam kesempurnaan iman berarti mencintai apa yang terjadi pada dirinya, terjadi pula pada saudaranya. Mencintai jika saudaranya mendapatkan kebahagiaan sebagaimana ia mencintai kebahagiaan itu. Sekali lagi ini berat. Bahkan Umar bin Khatab pernah menyatakan bahwa ia mencintai Rasulullah melebihi siapapun selain dirinya. Setelah dikoreksi Rasulullah, barulah ia mencintai Rasulullah di atas mencintai dirinya.

Itu antara Umar dan Rasulullah. Lalu bagaimana kita mencintai saudara kita sesama muslim seperti mencintai diri kita sendiri? Bukankah ini pekerjaan yang berat. Namun, seperti kata Imam Nawawi: ia adalah pilihan (ikhtiyari). Bukan berarti Umar belum sampai pada kesempurnaan iman di saat itu, sebab yang dituntut Rasulullah adalah kecintaan yang lebih tinggi, bukan cinta yang sama kadarnya.

Maka sejarah umat ini juga memberi teladan terbaik bagi kita. Lihatlah peristiwa hijrah. Sesampainya di Madinah, para sahabat muhajirin dipersaudarakan dengan anshar. Diantara mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Namun dalam kesempurnaan iman, cinta antara mereka tumbuh dengan cepat, kokoh batangnya, lebat daunnya, dan ranumlah buahnya. Diantara buah yang manisnya dicatat umat hingga kini adalah cinta antara Abdurrahman bin Auf dan saudaranya, Sa'ad bin Rabi. Cinta dalam kesempurnaan iman membawa Sa'ad bin Rabi membagi dua segala miliknya. Namun cinta dalam kesempurnaan iman juga yang membuat Abdurrahman bin Auf menolaknya.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Iman bisa bertambah dan berkurang. Iman juga bisa sempurna dan bisa tidak sempurna.
2. Iman bukan semata-mata keyakinan kepada Allah dan bagaimana membangun hubungan dengan-Nya (hablun minallah), tetapi juga berkaitan langsung dengan hubungan sesama (hablun minannas). Iman yang sempurna mensyaratkan ini.
3. Mencintai sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri adalah tanda kesempurnaan iman sekaligus syaratnya. Jika hal ini belum ada pada diri seseorang maka keimanannya belum sempurna.

Demikian penjelasan hadits ke-13 Shahih Bukhari ini, semoga bermanfaat untuk menambah pemahaman Islam kita. Dan semoga kita dimudahkan Allah SWT untuk mencintai saudara kita sebagaimana mencintai diri kita sendiri lalu kita dijadikan-Nya memiliki iman yang sempurna. Wallaahu a'lam bish shawab.[]

13 January 2014

Rai Maulidurrasul, Semai Kecintaan Pada Rasulullah

 
 
Terdapat dalil umum daripada al-Quran yang dijadikan hujah ulama membenarkan diadakan sambutan Maulidur Rasul antaranya untuk menggalakkan umat Islam menjadi insan berjaya dengan mencontohi Rasulullah SAW.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Maka orang yang beriman kepadanya (Muhammad), dan memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut nur (cahaya) yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang yang berjaya.” (Surah al-A’raf, ayat 157) 


Meraikan sambutan Maulidur Rasul juga termasuk dalam rangka memuliakan Rasulullah SAW. Firman Allah SWT yang bermaksud: “Bahawa Aku adalah berserta kamu (memerhati segala-galanya). Demi sesungguhnya jika kamu dirikan sembahyang, serta kamu tunaikan zakat dan kamu beriman dengan segala Rasul (utusanKu) dan kamu muliakan mereka dan kamu pinjamkan Allah (dengan sedekah dan berbuat baik pada jalan-Nya) secara pinjaman yang baik (bukan kerana riak dan mencari keuntungan dunia), sudah tentu Aku akan ampunkan dosa-dosa kamu, dan Aku akan masukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai.” (Surah al-Ma’idah, ayat 12)
Sabda Rasulullah SAW: “Belum sempurna iman seseorang daripada kamu, kecuali aku lebih dikasihinya berbanding dengan keluarganya, dan hartanya dan manusia keseluruhannya.” (Riwayat Muslim)

Semai perasaan cinta

Memperingati dan menghayati perjalanan hidup Rasulullah SAW juga boleh menyemaikan perasaan cinta kepada Baginda. Kini ramai orang semakin jauh daripada perasaan cinta kepada Rasulullah SAW.

Sabda Rasulullah SAW: “Belum sempurna iman seseorang daripada kamu, kecuali aku lebih dikasihinya berbanding dengan keluarganya, dan hartanya dan manusia keseluruhannya.” (Riwayat Muslim)

Saidina Umar al Khattab berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri. Baginda SAW berkata: Tidak, wahai Umar. Sampai aku lebih kamu cintai daripada dirimu sendiri. Saidina Umar berkata: “Demi Allah SWT, engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri. Baginda SAW berkata: Sekarang wahai Umar.” (Riwayat Bukhari)
Tiada salahnya meraikan sesuatu perayaan kerana Rasulullah SAW sendiri pernah menyebut mengenai hari kebesaran. Semasa datang ke Madinah, Nabi Muhammad SAW mendapati orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura iaitu 10 Muharam.

Nabi SAW bertanya: “Kenapa kamu berpuasa pada hari Asyura? Jawab mereka: Ini adalah hari peringatan bila mana Firaun dikaramkan dan Musa dibebaskan. Kami puasa kerana bersyukur kepada Tuhan. Maka Rasulullah bersabda: Kami lebih patut menghormati Musa dibanding kamu.” (Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)

Salafussoleh juga menyambut Maulidur Rasul. Mantan Mufti Mesir, Prof Dr Ali Jum’ah berkata: “Telah menjadi kebolehan (keharusan) dan tradisi di kalangan salafussoleh sejak abad ke-4 dan ke-5 merayakan peringatan maulid Nabi SAW yang agung. Mereka menghidupkan malam maulid dengan pelbagai ketaatan dan ibadah pendekatan kepada Allah seperti memberi makan fakir miskin, membaca al-Quran, berzikir, melantunkan puisi dan puji-pujian mengenai Rasulullah.”

Justeru, tidak perlulah kita mempertikaikan sama ada boleh atau tidak meraikan sambutan Maulidur Rasul sebaliknya bersama melakukan sesuatu yang baik supaya umat Islam sentiasa mencintai Nabi Muhammad SAW. Pastikan pengisian majlis akan mendekatkan hati kita dengan Baginda.

Sumber-BeritaHarian