Oleh:Zuhdi Dh
Pengertian Ihsan
Ihsan
berasal dari kata (حَسُنَ) yang artinya berbuat baik, sedangkan bentuk
masdarnya adalah (اِحْسَانْ), yang artinya kebaikan. Dalam Al-Qur`an,
terdapat seratus enam puluh enam (166) ayat yang berbicara tentang ihsan
dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa
mulia dan agungnya perilaku dan sifat ihsan ini, hingga mendapat porsi
yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Beberapa ayat al-Qur’an yang
menjelaskan tentang keutamaan ihsan dan perintah melaksanakannya, di
antaranya, adalah sebagai berikut:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah:195)
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“…Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba sahayamu….” (an-Nisaa`: 36)
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-Ankabut, 69)
Dilihat dari macam-macamnya, setidak-tidaknya ada tiga macam ihsan, yaitu ihsan kepada Allah, ihsan kepada manusia dan ihsan kepada segala sesuatu.
Ihsan kepada Allah
Ihsan kepada Allah adalah berbuat baik bahkan yang terbaik dalam mengabdi kepada Allah. Dalam hal ini, ketika beribadah kepada Allah terutama ketika shalat, ia benar-benar merasakan seakan-akan berhadapan dan melihat Allah. Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim diterangkan:
مَا الإِحْسَانُ قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Nabi Saw ditanya tentang Ihsan, beliau menjawab:” Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa melihatnya, sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa sikap ihsan kepada Allah adalah sikap yang khusyu dalam beribadah, dan merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga ia merasakan selalu dalam pengawasan Allah Swt.
Ihsan kepada manusia
Ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada orang lain dengan niat yang tulus, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Sikap ihsan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Saw di masa hidupnya hingga menjelang wafatnya.
Al-kisah, di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang pengemis buta beragama Yahudi yang setiap harinya berharap belas kasih dari orang yang datang menghampirinya. Setiap ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Anehnya, setiap pagi Rasulullah Saw mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun beliau menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw hingga menjelang wafatnya. Setelah Rasulullah Saw wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap paginya kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah ra. Beliau bertanya kepada anaknya. “Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”! Aisyah ra menjawab pertanyaan ayahnya. “Wahai ayahanda ! Engkau adalah seorang ahli sunnah yang hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar ra. “Wahai ayahanda, setiap pagi Rasulullah Saw selalu pergi ke ujung pasar Madinah dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah ra.
Keesokan harinya Abubakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis buta itu marah sambil berteriak, “Siapakah kamu ?”. Abubakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku, makanan yang dibawanya tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Saw.
Setelah pengemis buta itu mendengar cerita Abubakar ra. bahwa selama ini yang menyuapinya setiap pagi adalah Nabi Muhammad saw, ia pun menangis dan kemudian berkata: benarkah demikian? Pengemis buta itu pun penasaran dan merasa sangat bersalah. Dengan menangis tersedu-sedu dan penuh penyesalan, ia berucap: “Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tetapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…dan sangat penyayang”.
Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar ra. Ia kemudian masuk Islam. (Syekh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Hayatus Shahabah)
Dalam kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sejatinya sikap ihsan kepada sesama manusia adalah bersikap lembut dan kasih sayang kepada orang lain, meski orang lain tersebut pernah memperlakukan dirinya dengan tidak baik. Mengenai sikap ihsan kepada manusia ini, Nabi Saw pernah bersabda:
قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إِنَّمَا اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ ، لَيْسَ اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ » (تفسير ابن أبي حاتم)
Nabi Saw bersabda: “sesungguhnya ihsan itu adalah engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat buruk kepadamu. Dan tidaklah disebut ihsan jika engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu (Tafsir Ibn Abi Hatim, Vol.54 hal.119)
Allah suka kepada manusia yang bisa bersikap ihsan kepada sesama manusia, lebih-lebih jika sikap ihsan itu dilakukan terhadap kedua orang tuanya. Secara khusus Allah memerintahkannya dengan firmanNya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. Al Isra, 23)
Betapa mulianya berbuat ihsan kepada kedua orang tua hingga Nabi Saw bersabda:
رِضَى اللَّهِ فِي رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ
Ridha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung kepada murka kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi. Ibn Hibban dan al-Hakim mensahihkannya).
Di sini Allah dan RasulNya menegaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan kepada sesama manusia, terutama kepada kedua orang tuanya.
Ihsan kepada hewan dan lainnya
Selain ihsan kepada Allah dan sesama manusia, kita juga diperintahkan untuk berbuat ihsan kepada yang lain, seperti ihsan kepada hewan dan alam di sekitarnya. Ihsan di sini adalah berbuat sesuatu dengan cara yang baik, santun dan penuh kasih sayang. Nabi Saw bersabda:
اِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اْلِاحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الْقَتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berbuat baik (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut kita diwajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika ihsan kepada Allah dilakukan dengan melakukan ibadah yang khusyu, merasakan adanya kedekatan dengan Allah, sehingga seakan-akan sedang beraudensi dengan Allah, dan ihsan kepada manusia dengan berbuat kasih sayang kepada sesama tanpa pamrih, tulus dan ikhlas meski pernah diperlakukan tidak baik, maka ihsan kepada yang lain termasuk kepada hewan adalah dengan cara yang santun dan kasih sayang. Misalnya saat mau menyembelih hewan, maka cara bersikap ihsan kepadanya adalah dengan mempersiapkan pisau yang tajam sehingga tidak terlalu menyakitkan saat menyembelihnya.
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah:195)
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“…Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba sahayamu….” (an-Nisaa`: 36)
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-Ankabut, 69)
Dilihat dari macam-macamnya, setidak-tidaknya ada tiga macam ihsan, yaitu ihsan kepada Allah, ihsan kepada manusia dan ihsan kepada segala sesuatu.
Ihsan kepada Allah
Ihsan kepada Allah adalah berbuat baik bahkan yang terbaik dalam mengabdi kepada Allah. Dalam hal ini, ketika beribadah kepada Allah terutama ketika shalat, ia benar-benar merasakan seakan-akan berhadapan dan melihat Allah. Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim diterangkan:
مَا الإِحْسَانُ قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Nabi Saw ditanya tentang Ihsan, beliau menjawab:” Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa melihatnya, sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa sikap ihsan kepada Allah adalah sikap yang khusyu dalam beribadah, dan merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga ia merasakan selalu dalam pengawasan Allah Swt.
Ihsan kepada manusia
Ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada orang lain dengan niat yang tulus, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Sikap ihsan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Saw di masa hidupnya hingga menjelang wafatnya.
Al-kisah, di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang pengemis buta beragama Yahudi yang setiap harinya berharap belas kasih dari orang yang datang menghampirinya. Setiap ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Anehnya, setiap pagi Rasulullah Saw mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun beliau menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw hingga menjelang wafatnya. Setelah Rasulullah Saw wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap paginya kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah ra. Beliau bertanya kepada anaknya. “Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”! Aisyah ra menjawab pertanyaan ayahnya. “Wahai ayahanda ! Engkau adalah seorang ahli sunnah yang hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar ra. “Wahai ayahanda, setiap pagi Rasulullah Saw selalu pergi ke ujung pasar Madinah dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah ra.
Keesokan harinya Abubakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis buta itu marah sambil berteriak, “Siapakah kamu ?”. Abubakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku, makanan yang dibawanya tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Saw.
Setelah pengemis buta itu mendengar cerita Abubakar ra. bahwa selama ini yang menyuapinya setiap pagi adalah Nabi Muhammad saw, ia pun menangis dan kemudian berkata: benarkah demikian? Pengemis buta itu pun penasaran dan merasa sangat bersalah. Dengan menangis tersedu-sedu dan penuh penyesalan, ia berucap: “Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tetapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…dan sangat penyayang”.
Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar ra. Ia kemudian masuk Islam. (Syekh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Hayatus Shahabah)
Dalam kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sejatinya sikap ihsan kepada sesama manusia adalah bersikap lembut dan kasih sayang kepada orang lain, meski orang lain tersebut pernah memperlakukan dirinya dengan tidak baik. Mengenai sikap ihsan kepada manusia ini, Nabi Saw pernah bersabda:
قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إِنَّمَا اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ ، لَيْسَ اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ » (تفسير ابن أبي حاتم)
Nabi Saw bersabda: “sesungguhnya ihsan itu adalah engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat buruk kepadamu. Dan tidaklah disebut ihsan jika engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu (Tafsir Ibn Abi Hatim, Vol.54 hal.119)
Allah suka kepada manusia yang bisa bersikap ihsan kepada sesama manusia, lebih-lebih jika sikap ihsan itu dilakukan terhadap kedua orang tuanya. Secara khusus Allah memerintahkannya dengan firmanNya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. Al Isra, 23)
Betapa mulianya berbuat ihsan kepada kedua orang tua hingga Nabi Saw bersabda:
رِضَى اللَّهِ فِي رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ
Ridha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung kepada murka kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi. Ibn Hibban dan al-Hakim mensahihkannya).
Di sini Allah dan RasulNya menegaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan kepada sesama manusia, terutama kepada kedua orang tuanya.
Ihsan kepada hewan dan lainnya
Selain ihsan kepada Allah dan sesama manusia, kita juga diperintahkan untuk berbuat ihsan kepada yang lain, seperti ihsan kepada hewan dan alam di sekitarnya. Ihsan di sini adalah berbuat sesuatu dengan cara yang baik, santun dan penuh kasih sayang. Nabi Saw bersabda:
اِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اْلِاحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الْقَتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berbuat baik (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut kita diwajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika ihsan kepada Allah dilakukan dengan melakukan ibadah yang khusyu, merasakan adanya kedekatan dengan Allah, sehingga seakan-akan sedang beraudensi dengan Allah, dan ihsan kepada manusia dengan berbuat kasih sayang kepada sesama tanpa pamrih, tulus dan ikhlas meski pernah diperlakukan tidak baik, maka ihsan kepada yang lain termasuk kepada hewan adalah dengan cara yang santun dan kasih sayang. Misalnya saat mau menyembelih hewan, maka cara bersikap ihsan kepadanya adalah dengan mempersiapkan pisau yang tajam sehingga tidak terlalu menyakitkan saat menyembelihnya.
No comments:
Post a Comment